Cerita Ciung Wanara

 Menurut tradisi verbal sunda yg disebut pantun sunda Cerita Ciung Wanara
Menurut tradisi verbal sunda yg disebut pantun sunda, dahulu kala Ciung Wanara yaitu seorang raja yg memimpin kerajaan besar di pulau jawa yaitu kerajaan Sunda Galuh yg beribukota di Ciamis, Jawa Barat sekarang. Konon dikala itu wilayah kerajaan Galuh membentang dari Hujung Kulon, ujung barat pulau jawa, hingga Hujung galuh, yg dikala ini merupakan muara sungai Brantas di erat kota Surabaya sekarang. 

Cerita rakyat Ciung Wanara ini mengisahkan korelasi darah dan juga budaya antara orang sunda yg tinggal di bab barat pulau jawa dengan orang jawa yg tinggal di bab tengah dan timur pulau jawa. Dongeng Ciung Wanara mempunyai kemiripan dengan dongeng Jawa Timur, Cindelaras.

Kerajaan Galuh

Alkisah pada zaman dahulu, di sebuah kawasan di Jawa barat berdiri sebuah Kerajaan berjulukan Kerajaan Galuh. Kerajaan Galuh di pimpin oleh seorang Raja bijaksana berjulukan Raja Prabu Permana Di Kusumah. Raja mempunyai dua orang Permaisuri, yg pertama berjulukan Nyimas Dewi Naganingrum dan yg kedua berjulukan Nyimas Dewi Pangrenyep. Telah cukup usang sang Raja mengurus kerajaan, alhasil sang Raja tetapkan untuk menjadi seorang pertapa. Untuk mengurus kerajaan Galuh, Raja Prabu menentukan untuk menunjuk menterinya yg berjulukan Aria Kebonan.

Aria Kebonan Menjadi Raja Galuh

Dengan kemampuan supranatural yg dimilikinya, Raja Prabu mengetahui bahwa menterinya yg berjulukan Aria Kebonan ingin menjadi seorang raja. Oleh alasannya itu ia pun memanggil menteri Aria Kebonan menghadap.

"Aria Kebonan kemarilah, Aku ingin berbitips kepadamu.” kata raja.

"Baik, Yang Mulia." kata Aria Kebonan.

"Dengar Aria Kebonan, Aku akan mengangkatmu menjadi raja Galuh secukup usang Aku pergi untuk bermeditasi, dengan syarat Engkau akan memerintah kerajaan dengan benar dan juga Engkau harus menjaga kedua istriku dengan baik. Engkau hanya harus berpura-pura di depan rakyat bahwa Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum yaitu istrimu." kata Raja Prabu.

"Baiklah, Yang Mulia." Aria Kebonan menyggupi.

"Aku akan mengubah penampilanmu menjadi seorang laki-laki tampan. Namamu yaitu Prabu Barma Wijaya. Beritahulah pada orang-orang bahwa raja sudah menjadi lebih muda dan Aku sendiri akan pergi ke suatu tempat rahasia. Dengan demikian engkau akan menjadi raja!" kata Raja Prabu.

Raja yg baru, Prabu Barma Wijaya alias Aria Kebonan, kemudian mengumumkan bahwa dirinya yaitu Prabu Permana Di Kusumah yg sudah berkembang menjadi lebih muda sepuluh tahun. Ia juga kemudian mengumumkan pergantian namanya dari Prabu Permana Di Kusumah menjadi Prabu Barma Wijaya. Penghuni istana dan rakyat kerajaan Galuh mempercayai pengumuman tersebut kecuali Uwa Batara Lengser yg mengetahui perjanjian antara raja dan menteri Aria Kebonan.

Sesudah diangkat menjadi raja, Prabu Barma Wijaya menjadi sombong dan memerintah kerajaan setips sewenang-wenang. Ia juga sering mengejek Uwa Batara lengser yg tidak sanggup melsayakan apa-apa. Dia juga memperlsayakan kedua ratu dengan kasar. Kedua permaisuri selalu berbisnis untuk menghindarinya, kecuali di depan umum ketika mereka berperilsaya seakan-akan mereka istri Prabu Barma Wijaya. 

Kedua Permaisuri Hamil

Di suatu malam kedua permaisuri bermimpi bahwa bulan jatuh di atas mereka. Kedua permaisuri kemudian melaporkan mimpi mereka kepada raja. Prabu Barma Wijaya merasa ketsayatan, alasannya mimpi tersebut biasanya peringatan bagi perempuan yg akan hamil. Hal ini mustahil terjadi alasannya ia tidak pernah memperlsayakan kedua permaisuri sebagai istri-istrinya. Uwa Batara Lengser yg diberi tahu problem ini kemudian mengusulkan untuk meminta derma seorang pertapa berjulukan Ajar Sukaresi untuk menjelaskan mimpi yg abnormal tersebut.

“Uwa Batara Lengser, Aku ingin meminta pesan yang tersirat kepadamu mengenai masalahku. Kedua permaisuri bermimpi bahwa bulan jatuh di atas mereka. Ini yaitu membuktikan bahwa mereka berdua akan hamil. Padahal Aku tidak pernah menyentuh mereka. Sekarang apa yg harus Aku lsayakan Uwa Batara?” tanya Prabu Barma Wijaya.

“Begini saja Baginda Raja. Bagaimana kalau kita meminta derma seorang pertapa sakti untuk menjelaskan mimpi abnormal tersebut. Pertapa sakti itu berjulukan Ajar Sukaresi.” kata Uwa Batara.

“Baik. Panggillah si pertapa ke istana.” kata Prabu Barma Wijaya setuju.

Uwa Batara Lengser kemudian mendatangi kediaman si pertapa sakti untuk mengundangnya ke istana. Sebenarnya pertapa tersebut tidak lain yaitu Raja Prabu Permana Di Kusumah. Begitu si pertapa tiba di istana, Prabu Barma Wijaya eksklusif bertanya wacana arti mimpi itu.

"Yang Mulia, Kedua permaisuri mengharapkan seorang anak." jawab pertapa Ajar Sukaresi.

Prabu Barma Wijaya sangat murka mendengar hal tersebut alasannya secukup usang ini ia tidak pernah menyentuh kedua permasuri. Ia kemudian bertanya, "Apakah anak mereka berjenis kelamin perempuan atau laki-laki?"

"Keduanya anak laki-laki, Yang Mulia." jawa pertapa Ajar Sukaresi.

Mendengar balasan tersebut Prabu Barma Wijaya sangat marah. Ia mengambil kerisnya dan menusuk Ajar Sukaresi. Namun aneh, keris itu bengkok.

"Kenapa Raja berbisnis membunuh hamba? Apakah Raja ingin saya mati? Baiklah, saya akan mati." Kemudian pertapa itu jatuh ke tanah dan mati.

Prabu Barma Wijaya kemudian menendang mayatnya begitu keras sehingga terlempar ke dalam hutan. Di dalam hutan, badan pertapa Ajar Sukaresi berkembang menjadi seekor naga besar, berjulukan Nagawiru. 

Kelahiran Hariang Banga

Beberapa hari setelah kejadian tersebut, kedua permaisuri hamil. Sembilan bulan kemudian  Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra yg ia beri nama Hariang Banga.

Suatu hari ketika Prabu Barma Wijaya mengunjungi Dewi Naganingrum yg tengah hamil besar, setips abnormal janin dalam kandungan Naganingrum yg belum lahir tersebut berbitips: "Hai Barma Wijaya, Engkau sudah melupakan banyak janjimu. Semakin banyak Engkau melsayakan hal-hal kejam, kekuasaanmu akan semakin pendek."

Raja sangat murka sekaligus tsayat terhadap bahaya janin tersebut. Dia ingin menyingkirkan Dewi Naganingrum bedan bayinya dengan meminta derma Dewi Pangrenyep.

“Dewi Pangrenyep, bantu saya menyingkirkan Dewi Naganingrum bedan bayinya.” kata Prabu Barma Wijaya.

“Baik Prabu. Saya akan membantu.” kata Dewi Pangrenyep. Ia mau membantu alasannya tidak ingin tahta kerajaan jatuh ke tangan anak Dewi Naganingrum.

Kelahiran Ciung Wanara

Tidak cukup usang kemudian Permaisuri Dewi Naganingrum pun akan segera melahirkan. Dewi Pangrenyep bergegas untuk membantunya. Akhirnya, Dewi Naganingrum melahirkan seorang Bayi Laki-laki yg tidak kalah lucu dan ganteng dari kakaknya Hariangbanga.

Tanpa sepengetahuan siapapun. Bayi Laki-laki yg gres saja di lahirkan Dewi Naganingrum di tukarnya dengan seekor anak Anjing. Bayi yg bahwasanya di masukkan ke dalam sebuah keranjang. Dewi Pangrenyep pun meletakkan sebutir telur ayam. Ia kemudian menghanyutkan bayi tersebut ke sebuah sungai.

Prabu Barma Wijaya berpura-pura kaget mengetahui bahwa Dewi Naganingrum melahirkan seekor anak anjing. Ia kemudian memerintahkan sanksi mati atas Dewi Naganingrum alasannya ia sudah melahirkan seekor anak anjing, yg dianggap sebagai kutukan dari para dewa. Uwa Batara lengser yg menerima perintah untuk melakukan sanksi tersebut tidak bisa menolaknya. Dia membawa Dewi Naganingrum yg malang ke hutan, namun ia tak hingga hati membunuhnya, ia bahkan membangunkan sebuah gubuk yg manis untuknya. Sesudah gubug itu selesai di buatnya, dengan terpaksa Ki Lengser meninggalkan Naganingrum seorang diri. Sebelum ia pergi, ia pun berjanji akan mengunjunginya.

“Maaf Gusti, Hamba menerima perintah untuk membunuh Gusti. Hanya inilah yg bisa hamba lsayakan untuk melindungi Gusti. Sekarang Gusti tinggallah di rumah sederhana ini. Hamba berjanji akan mengunjungi Gusti.” kata Uwa Batara Lengser. Kemudian ia kembali ke istana.

Tinggal di sebuah gubug kecil di tengah hutan seorang diri, Naganingrum sangat berharap suatu hari nanti ia sanggup bertemu dengan Putra kandungnya. Naganingrum sangat yakin bahwa ia melahirkan seorang bayi laki-laki yg sangat lucu, bukan anak anjing. Ia pun berharap sanggup kembali ke Istana dan hidup senang bersama keluarganya. Ki Lengser pun segera kembali ke istana. Ia eksklusif mengahadap Raja dan melaporkan bahwa tugasnya untuk membunuh Dewi Naganingrum sudah di laksanakan dengan baik. Untuk membuktikan bahwa ia sudah melakukan tugasnya, ia membasahi senjatanya dengan darah hewan buruan yg ia temui di dalam hutan. 

Ciung Wanara

Di desa Geger Sunten, tepian sungai Citanduy, hiduplah sepasang suami istri renta yg biasa memasang bubu keramba perangkap ikan yg terbuat dari bambu di sungai untuk menangkap ikan. Suatu pagi mereka pergi ke sungai untuk mengambil ikan yg terperangkap di dalam bubu, dan sangat terkejut alasannya menemukan keranjang yg tersangkut pada bubu tersebut. Sesudah membukanya, mereka menemukan bayi yg menggemaskan.

“Aduhai bayi siapa ini? Sangat ganteng dan lucu. Kalau dilihat dari pakaiannya, bayi ini berasal dari lingkungan istana kerajaan.” Mereka kemudian membawa pulang bayi tersebut, merawatnya dan menyayginya ibarat anak mereka sendiri.

Sambil membesarkan bayi malang tersebut, Aki dan Nini terus berbisnis mencari informasi mengenai siapa orang renta bayi tersebut. Mereka pun mendengar kabar mengenai kelahiran putra Dewi Naganingrum. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan bahwa bayi tersebut yaitu putra raja dari Kerajaan Galuh.

Tanpa terasa, bayi laki-laki yg mereka temukan kini sudah tumbuh menjadi seorang dewasa tampan, cerdas, gagah dan pemberani. Anak tersebut di beri nama Ciung Wanara. Mereka memperlihatkan nama Ciung Wanara alasannya mereka pernah melihat seekor Monyet yg berarti wanara. Mereka pun pernah melihat seekor Burung yg berarti Ciung. Akhirnya keduanya sepakat nama dari ke dua hewan tersebut digabung menjadi nama anaknya.

Ciung Wanara Pergi Ke Ibukota Kerajaan Galuh

Suatu hari Ciung Wanara ingin sekali pergi ke ibukota Kerajaan Galuh untuk mengembara. Awalnya, Aki dan Nini tidak menginzinkan. Namun alhasil tidak bis,a melarang alasannya Ciung terus memaksa.

“Ayah, Ibu, Ciung senang tinggal di hutan ini, tetapi Ciung ingin sekali merantau ke ibukota Kerajaan Galuh.” kata Ciung.

“Ayah dan ibu sangat mencintaimu Nak. Jika itu memang keinginanmu, Ayah dan Ibu tidak bis,a melarang. Ayah berharap Ciung bis,a menemukan kedua orang renta kandungmu.” kata ayahnya.

“Memangnya siapa orang renta kandung Ciung Ayah?” tanya Ciung penasaran. Sebelum ia berangkat ke ibukota Kerajaan Galuh, ia bertanya siapa Ayah dan Ibu kandungnya.

“Ayahmu yaitu raja Kerajaan Galuh, sedangkan ibumu diasingkan di tengah hutan. Pergilah ke ibukota kerajaan Galuh untuk mencari orang tuamu.” kata Aki. Aki menjelaskan bahwa Ayah kandungnya yaitu seorang Raja dari Kerajaan Galuh. Dan Ibunya di asingkan di dalam hutan belantara.

“Baik Ayah Ibu. Ciung mohon pamit. Ciung tetap menganggap Ayah dan Ibu sebagai orang renta Ciung.” Mendengar klarifikasi tersebut, Ciung Wanara segera berangkat ke ibukota Kerajaan Galuh dengan membawa Ayam Jantan kesaygannya.

Setibanya di kerajaan Galuh ia bertemu dengan dua orang Patih yg berjulukan Purawesi dan Puragading. Kedua Patih tersebut tertarik dengan Ciung Wanara, alasannya ia membawa seekor Ayam Jantan. Kedua Patih tersebut menghampiri dan mengajaknya untuk tabrak Ayam. Ciung Wanara mendapatkan tantangan dari kedua Patih tersebut. Pertandingan sabung Ayam di lsayakan di tengah alun-alun Kota Galuh. Nasib baik berpihak kepada Ciung Wanara. Ayam Jantan kesaygannya menang dalam pertandingan.

Kemenangan Ciung Wanara tersebut eksklusif tersebar ke seluruh Kerajaan. Kemenangan itu terdengar oleh  Raja, bahwa ada seorang Pemuda Tampan mempunyai seekor Ayam Jantan sangat tangguh.

Di ibukota Galuh, sabung ayam yaitu sebuah atips olahraga besar, baik raja maupun rakyat sangat  menyukainya. Raja Barma Wijaya mempunyai seekor ayam jago besar berjulukan Si Jeling. Raja menyatakan bahwa ia akan mengabulkan harapan apapun kepada pemilik ayam yg bis,a mengalahkan ayam juaranya.

Ciung Wanara tiba ke Istana untuk bertemu dengan Raja. Baginda segera memerintahkan para pengawal supaya Ciung Wanara dibawa menghadap. Sesudah berhadapan dengan Sang Raja, Ciung Wanara pun menyembah.

"Hai Anak Muda! Siapa namamu dan dari mana asalmu?"

"Nama hamba Ciung Wanara, putra dari Aki dan Nini Balangantrang dari desa Geger Sunten," jawab Ciung Wanara dengan lantang.

"Apa maksud kedatanganmu kemari?"

"Yang Mulia, Hamba mempunyai seekor Ayam yg aneh. Induknya mengandung secukup usang setahun. Sarangnya sebuah kandaga. Lebih abnormal lagi, sebelum menetas, telur ini pernah hanyut di sungai," kata Ciung Wanara.

Raja teringat pada Naganingrum yg mengandung secukup usang setahun. Sedangkan Dewi Pangrenyep sudah mengira, bahwa yg kini berada di hadapannya yaitu putra dari Naganingrum. Kedatangannya hendak membalas dendam.

"Kau berniat mengadu Ayam dengan ayam milikku? Apa taruhannya?" tanya Raja Galuh.

"Jika ayam hamba yg kalah, hamba bersedia menyerahkan nyawa hamba. Tapi sebaliknya, jikalau ayam baginda yg kalah, maka hamba mohon diberi separuh kerajaan Galuh." kata Ciung.

Kerajaan Galuh Terbagi Dua

Karena raja Galuh merasa yakin, bahwa ayam jagonya akan menang, taruhan Ciung Wanara disetujui. Baginda segera membawa ayamnya ke hacukup laman dan diikuti oleh Ciung Wanara. Pertandingan sabung Ayam pun berlangsung dengan seru. Awalnya, Ayam jantan milik Ciung Wanara terlihat kewalahan namun, tiba-tiba Ayam tersebut kembali segar dan berpengaruh kembali. Akhirnya, dengan gampang Ayam milik sang Raja kalah terdesak. Ciung Wanara memenangkan pertandingan sabung Ayam.

Sesuai dengan perjanjian yg sudah disetujui, Ciung Wanara menerima negara sebelah Barat. Sedangkan sebelah Timur oleh baginda diserahkan kepada Hariang banga. Masing-masing bergelar Prabu.

Kejahatan Dewi Pangrenyep Terbongkar

Sesudah menjadi raja, Uwa Batara Lengser menyampaikan pada Ciung Wanara bahwa Prabu Barma Wijaya sudah memerintahkan untuk menghanyutkan dirinya dikala bayi dan menuduh ibunya sudah melahirkan seekor anjing. Akhirnya, semua belakang layar wacana Ciung Wanara terungkap dan segala kejahatan yg dilsayakan Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep terbongkar. Ki Lengser pun menceritakan bahwa Ibu kandungnya masih hidup dan di asingkan di sebuah hutan. Ciung Wanara sangat senang dan segera menjemput ibunya, ia pun menjemput kedua angkatnya.

Prabu Ciung Wanara setelah tahu apa yg sudah dilsayakan oleh Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep terhadap ibunda dan dirinya sendiri, segera membentuk pasukan khusus untuk menangkap Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Tanpa menemui kesulitan yg berarti keduanya berhasil ditangkap dan di jebloskan kedalam penjara istana.

Perang Saudara Ciung Wanara Dengan Hariang Banga

Hariang banga sangat kaget mengetahui ibundanya tercinta sudah ditangkap oleh tentara prabu Ciung Wanara dan dijebloskan ke dalam penjara. Ia menyusun rencana perlawanan, mengumpulkan banyak tentara dan memimpin perang melawan adiknya. Dalam pertempuran, ia menyerang Ciung Wanara dan para pengikutnya. Ciung Wanara dan Hariang Banga yaitu Raja yg berpengaruh dan berkeahlian tinggi dalam seni bela diri pencak silat. Namun Ciung Wanara berhasil mendorong Hariang Banga ke tepian Sungai Brebes. Pertempuran terus berlangsung tanpa ada yg menang atau kalah. Tiba-tiba muncullah Raja Prabu Permana Di Kusumah didampingi oleh Ratu Dewi Naganingrum dan Uwa Batara lengser.

"Hariang Banga dan Ciung Wanara! Hentikan pertempuran ini! Pamali berperang melawan saudara sendiri. Kalian yaitu saudara, kalian berdua yaitu anak-anakku yg akan memerintah di negeri ini, Ciung Wanara di Galuh dan Hariang Banga di timur sungai Brebes, kerajaan baru. Sungai ini menjadi batas kedua kerajaan. Aku mengubah namanya dari Sungai Brebes menjadi Sungai pamali untuk mengingatkan kalian berdua bahwa yaitu pamali saling memerangi saudara sendiri. Biarlah Dewi Pangrenyep dan Barma Wijaya dipenjara alasannya dosa mereka."

Sejak itu nama sungai Brebes dikenal sebagai Cipamali (Bahasa Sunda) atau Kali Pemali (Bahasa Jawa) yg berarti "Sungai Pamali".

Hariang Banga kemudian pindah ke timur. Ia kemudian dikenal dengan nama Jaka Susuruh. Dia mendirikan kerajaan Jawa dan menjadi raja Jawa, dan pengikutnya yg setia menjadi nenek moyg orang Jawa. Ciung Wanara memerintah kerajaan Galuh dengan adil, rakyatnya yaitu orang Sunda. Saat kembali menuju ke barat, Ciung Wanara menyanyikan perang saudara ini dalam bentuk Pantun Sunda, sementara kakaknya, Harian Banga, menuju ke timur dengan menyanyikan perang saudara ini dalam bentuk tembang.

Referensi:
  1. Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
  2. Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
Jika anda menyukai kisah rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com. Silahkan baca juga cerita rakyat Jawa Barat lainnya:

    Subscribe to receive free email updates: