Disamping kaya raya, Begedhe desa Kapal juga mempunyai perawakan tinggi besar. Tidak terima dengan kekalahan, Begedhe desa Kapal menantang Kayi Tapiogo yg berperawakan kecil untuk mengangkatnya hingga ke desa Kapal. Jika Kyai Tapiogo berpengaruh mengangkatnya, maka Begedhe desa Kapal akan memperlihatkan seluruh kekayaannya. “Baiklah, Engkau menang dalam perdebatan ini. Tapi mampukah engkau mengangkatku hingga ke desa Kapal? Jika engkau mampu, maka aku akan memperlihatkan seluruh harta kekayaanku kepadamu.”
“Baik. Aku mendapatkan tantanganmu.” Kyai Tapiogo menyggupi tantangan tersebut. Ia kemudian menyirep atau menidurkan Begedhe desa Kapal memakai mantra. Sesudah tertidur, Kyai Tapiogo kemudian menggendongnya menuju desa Kapal. Dengan demikian, Begedhe desa Kapal tertidur secukup usang digendong. Di tengah sebuah sawah, Kyai Tapiogo merasa lelah. Ia kemudian berisitirahat sejenak sementara gendongannya ia letakkan di tanah. Begedhe Kapal masih tertidur nyenyak yg dalam bahasa Jawa dinamakan “ngeringkel”. Itulah sebabnya sawah tersebut sekarang disebut sawah blok Ringkel.
Sesudah melepas lelah di sawah, Kyai Tapiogo kembali menggendong Begedhe Kapal hingga kesannya datang di desa Kapal. Setibanya di rumah Begedhe Kapal, Kyai Tapiogo meletakkan Begedhe Kapal di ranjangnya, kemudian ia bangunkan. Sesudah bangun, Begedhe Kapal sadar bahwa Kyai Tapiogo sudah berhasil menggendongnya hingga ke rumah, jadi ia harus menepati janjinya untuk menyerahkan seluruh kekayaannya.
“Hah! Ternyata engkau bisa mengangkatku hingga ke rumahku. Baiklah aku akan menepati janjiku dengan memperlihatkan seluruh harta kekayaanku padamu.” Akhirnya Begedhe Kapal mengsayai kekalahannya dan berjanji akan menyerahkan seluruh kekayaannya.
Akan tetapi, Kyai Tapiogo menolak mendapatkan seluruh kekayaan Begedhe Kapal. Ia hanya meminta sebidang tanah di sebelah utara desa Kapal, sebagai tempat pembuangan kotoran. “Aku tidak memerlukan kekayaanmu. Berikan saja aku sebidang tanah di kepingan utara desa Kapal untuk tempat membuang kotoran.” Kyai Tapiogo kemudian mem.buat batas tempat dan tempat tersebut dinamai Ngodok. Selain itu, desa Kapal dan desa Tingan mem.buat perjanjian yg isinya menyatakan bahwa orang desa Tingan dihentikan berjodohan dengan orang desa Kapal. Barang siapa berani melanggar, maka ia tidak akan secukup lamat. Menurut cerita rakyat Jawa Timur, semenjak ketika itu orang desa Tingan dan orang desa Kapal akan saling berkunjung kalau sedang mengadakan atips sedekah bumi.
I.B. Mantra, Astrid S, Susanto, Budi Susanto, Singgih Wibisono, Daerah Jawa Timur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jika anda menyukai dongeng rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com. Silahkan baca juga cerita rakyat Jawa Timur lainnya:
- Inu Kertapati
- Asal Usul Kota Banyuwangi
- Keong Emas
- Damar Wulan Dan Menakjingga
- Cindelaras
- Joko Dolog
- Asal Usul Nama Surabaya
- Aryo Menak
- Burung Gagak yg sombong
- Buah Jeruk Emas
- Asal Mula Ayam Hutan
- Orang desa Tingan dihentikan berjodohan dengan orang desa Kapal
- Kyai Bonten dan Ki Jalono
- Irapati dan Seekor Buaya
- Orang Desa Tanggungan Tidak Boleh Makan Ikan Tageh
- Asal Mula Kata Babah
- Asal Mula Pohon Jati Besar-Besar
- Burung Gelatik dan Burung Betet
- Asal mula mengapa sungai berkelok-kelok
- Sandhekala
- Hai hai aku sudah tahu
- Pak Mendong dan Mbok Mendong
- Paduan Nama yg Baik
- Benda Ajaibnya Kucing
- Menantu Pak Kyai