Cerita Si Lancang, Riau

 konon di tempat Kampar hiduplah si Lancang berdua bersama ibunya Cerita Si Lancang,  Riau
Si Lancang pergi berlayar ke Andalas memakai kapal mewahnya. Dalam perjalanan tersebut Ia membawa ke tujuh orang isterinya. Di dalam kapal mewahnya dibawa pula perbekalan makanan minuman enak bedan alat-alat musik sebagai sarana hiburan. Ketika kapal glamor Si Lancang merapat di Kampar, alat-alat musik dimainkan oleh para musisi dengan riuhnya. Sementara, kain sutra indah berikut aneka hiasan emas perak digelar. Semuanya dilsayakan untuk menambah kesan megah atas kekayaan milik Si Lancang.

Berita kedatangan Si Lancang cepat terdengar oleh penduduk Kampar termasuk Ibunya. Dengan perasaan terharu, Ibunya segera bergegas ke dermaga untuk menyambut kedatangan anak satu-satunya tersebut. Karena kemiskinannya, ia hanya mengenakan kain selendang bau tanah lusuh, sarung lama dan kebaya penuh jahitan. Ibunya lantas memberanikan diri beliau naik ke geladak kapal glamor Si Lancang.

Di atas kapal, Ibunya segera menyampaikan pada para pembantu Si Lancang, bahwa ia yaitu ibu majikan mereka. Sesudah menyatakan bahwa dirinya yaitu ibunya Si Lancang, tak ada seorang pun dari awak kapal yg mempercayainya. Dengan kasarnya mereka mengusir ibu bau tanah tersebut. Tetapi Ibu Si Lancang tidak mau beranjak turun dari kapal. Ia ngotot minta untuk dipertemukan dengan anaknya. Situasi itu menimbulkan keributan di atas kapal.

Si Lancang Tidak Mau Mengsayai Ibunya

Mendengar keributan di atas geladak, Si Lancang dengan diiringi oleh ketujuh istrinya segera mendatangi tempat tersebut. Betapa terkejutnya ia saat menyaksikan bahwa wanita compang camping yg diusir itu yaitu ibunya. Ibu si Lancang pun berkata, “Engkau Lancang … anakku! Aku Ibumu Nak! Ibu sangat rindu padamu anakku.” Karena merasa aib melihat kemiskinan ibunya, dengan congkaknya Lancang menolak mengsayai ibunya. Anak durhaka ini pun berteriak, “Apa? Aku tak punya ibu ibarat engkau! Mana mungkin aku memiliki ibu wanita miskin ibarat engkau. Kelasi! usir wanita gila itu.” teriak Si Lancang.

Ibu Si Lancang alhasil pulang ke rumahnya dengan perasaan sakit hati. Sesampainya di rumah, ia lantas mengambil pusaka miliknya. Pusaka itu merupakan sebuah lesung penumbuk padi & sebuah nyiru. Lesung tersebut ia putar-putar sedang nyiru pusaka ia dikibas-kibaskan sambil berdoa “Ya Tuhanku … susah payah hamba membesarkan Si Lancang, tapi kini ia sudah menjelma anak durhaka. Tolong hukumlah dia.”

Selesai Ibu Si Lancang berdoa, tiba-tiba terjadi kejadian aneh. Dalam sekejap, turunlah angin kencang topan besar. Badai tersebut berhembus sangat dahsyat hingga hanya dalam hitungan menit bisa menghancurkan kapal-kapal dagang milik Si Lancang. Bukan hanya kapal yg hancur berkeping-keping, harta benda miliknya juga terbang ke mana-mana. Menurut kisah masyarakat, kain sutranya melayg-layg kemudian jatuh di tempat Kampar kiri. Kain tersebut kemudian menjelma sebuah negeri yg kini dinamai Negeri Lipat Kain. Sementara gongnya terlempar ke tempat Kampar Kanan yg kemudian berubah wujud menjadi Sungai Ogong. Tembikarnya melayg-layg dan menjelma Pasubilah. Sedangkan tiang bendera kapal Si Lancang terlempar hingga terjatuh di sebuah danau. Danau tersebut kini dinamai Danau Si Lancang.

Referensi:

  1. Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
  2. Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
Jika anda menyukai kisah rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com. Silahkan baca juga cerita rakyat Riau lainnya: 
  1. Si Lancang
  2. Bawang Merah Bawang Putih

Subscribe to receive free email updates: