Akhirnya si kakek memanggil anaknya. “Nak, kemarilah ayah akan mewariskan ilmu kepadamu. Hapalkanlah aji-aji yg akan saya ajarkan kepadamu. Kelak aji-aji ini akan menawarkan kemuliaan kepadamu. Bunyi aji-aji itu adalah: Hai Hai Aku Sudah Tahu.” Si kakek kemudian menjelaskan bahwa dirinya sudah merasa tidak akan cukup usang lagi hidup di dunia. Mendengar perkataan bapaknya. Si anak kemdian menangis.
Tiga hari kemudian si kakek meninggal dunia. Anaknya merasa duka sebab ia sekarang menjadi yatim piatu. Untuk menghilangkan kesedihan, si anak kemudian tetapkan untuk merantau ke ibu kota kerajaan. Di sepanjang perjalanan ia terus merapalkan aji-aji yg diajarkan oleh ayahnya. Ia tetap melakukan nasehat ayahnya walaupun ia tidak tahu kegunaan aji-aji tersebut. Akhirnya ia berhasil datang di ibu kota kerajaan.
Setibanya di ibu kota kerajaan, ia merasa sangat lelah dan perutnya terasa lapar. Akhirnya ia mencoba meminta-minta masakan dan minuman kepada siapapun yg ditemuinya namun tidak ada seorang pun yg memberinya masakan minuman. Merasa sangat lelah, si anak kemudian duduk berisitirahat di depan seorang tukang cukur yg tengah mencukur seseorang. Tanpa diketahuinya si tukang cukur bekerjsama tengah mencukur raja. Merasa lapar, dahaga dan lelah, si anak kemudian teringat hikmah ayahnya. Ia kemudian membacakan aji-aji “Hai Hai Aku Sudah Tahu.”
Mendengar kata-kata si anak tersebut si tukang eksklusif gemetaran, mukanya mendadak pucat. Si tukang cukur kemudian bersujud di hadapan raja dan memohon ampun. “Ampun baginda raja, ampun.”
“Ada apa kau memohon ampun?” raja keheranan.
“Mohon ampun baginda raja. Hamba hanya orang suruhan. Patih ingin menjadi raja dan menyuruh hamba untuk membunuh baginda raja. Tapi nampaknya anak kecil itu mengetahui rencana pembunuhan ini.” kata si tukang cukur sambil menunjuk si anak kecil. Sebenarnya si anak tidak tahu mengenai rencana pembunuhan tersebut sebab ia hanya merapalkan aji-aji yg diajarkan ayahnya.
Raja merasa tekejut mendengar pengsayaan si tukang cukur. Pengawal istana segera mengamankan si tukang cukur ke dalam penjara. Raja kemudian memanggil si anak kecil untuk mengucapkan terima kasih. “Terima kasih nak, Engkau sudah menyecukup lamatkan hidupku. Sebagai imbalan, saya akan memberimu hadiah yg banyak.” Tidak cukup usang kemudian si Patih diringkus dan diberi eksekusi penggal kepala. Demikianlah cerita rakyat Jawa Timur mengenai seorang anak yg mematuhi hikmah orang tuanya.
Referensi:
I.B. Mantra, Astrid S, Susanto, Budi Susanto, Singgih Wibisono, Daerah Jawa Timur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jika anda menyukai dongeng rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com. Silahkan baca juga cerita rakyat Jawa Timur lainnya:
- Inu Kertapati
- Asal Usul Kota Banyuwangi
- Keong Emas
- Damar Wulan Dan Menakjingga
- Cindelaras
- Joko Dolog
- Asal Usul Nama Surabaya
- Aryo Menak
- Burung Gagak yg sombong
- Buah Jeruk Emas
- Asal Mula Ayam Hutan
- Orang desa Tingan dihentikan berjodohan dengan orang desa Kapal
- Kyai Bonten dan Ki Jalono
- Irapati dan Seekor Buaya
- Orang Desa Tanggungan Tidak Boleh Makan Ikan Tageh
- Asal Mula Kata Babah
- Asal Mula Pohon Jati Besar-Besar
- Burung Gelatik dan Burung Betet
- Asal mula mengapa sungai berkelok-kelok
- Sandhekala
- Hai hai saya sudah tahu
- Pak Mendong dan Mbok Mendong
- Paduan Nama yg Baik
- Benda Ajaibnya Kucing
- Menantu Pak Kyai