Pulau Kemaro merupakan sebuah delta kecil di Sungai Musi, Palembang, cerita rakyat mengenai Pulau Kemaro yg konon bekerjasama dengan kisah cinta seorang putri raja Sriwijaya, Siti Fatimah dengan saudagar dari Cina, Tam Bun An. Konon, pada zaman kerajaan Sriwijaya, memerintah seorang raja bijaksana yg mempunyai putri manis berjulukan Siti Fatimah.
Suatu ketika, rombongan saudagar dari Cina yg dipimpin oleh Tam Bun An, tiba ke kerajaan Sriwijaya. Tam Bun An mendengar kabar dari masyarakat sekitar mengenai kecantikan Siti Fatimah, seorang putri raja Sriwijaya. Atas pesan yang tersirat nahkoda kapal, Tam Bun An kemudian pergi menuju istana untuk menemui Siti Fatimah. Mereka kemudian tiba ke istana membawa arak-arakan alat musik berikut barongsai.
Melihat kehebohan di depan istana, putri raja segera keluar untuk melihat. Siti Fatimah sangat terkesan dengan pertunjukan barongsai. Tam Bun An kesudahannya bis,a bertemu dengan Siti Fatimah. Mereka kemudian saling berkenalan. Semenjak ketika itu mereka berdua sering mengadakan pertemuan. Lama-kecukup lamaan timbul benih cinta di antara keduanya.
Tam Bun An Ingin Mecukup lamar Siti Fatimah
Raja Sriwijaya mengetahui korelasi anaknya dengan Tam Bun An, kemudian memanggil Tam Bun An. Di depan Raja, Tam Bun An mengutarakan niatnya untuk mecukup lamar Siti Fatimah. Namun Raja berkeberatan alasannya perbedaan watak istiadat.
“Baginda Raja. Saya berniat mecukup lamar putri paduka, Siti Fatimah untuk menjadi istri hamba. Hamba sangat mencintainya.” kata Tam Bun An.
“Anak muda, kita berbeda watak istiadat. Aku juga tak ingin anakku dibawa ke Negeri Cina.” kata Raja.
“Kalau memang begitu cita-cita Paduka Raja, maka aku bersedia tinggal di negeri Sriwijaya.” kata Tam Bun An yg sudah terlanjur jatuh hati pada Siti Fatimah.
“Baiklah jikalau begitu aku baiklah menikahkan anakku denganmu. Tapi untuk menerangkan keseriusanmu, engkau harus menyerahkan sembilan guci besar emas murni.” kata Raja.
Tam Bun An merasa bahagia mendengar klarifikasi raja. Ia menyggupi untuk menyerahkan sembilan guci besar berisi emas murni. Tam Bun An segera mengirim surat kepada kedua orang tuanya di daratan Cina melalui seekor burung merpati, untuk mengirimkan sembilan guci besar emas, biar ia bis,a mecukup lamar gadis yg ia cintai. Tak cukup usang kemudian muncul surat jawaban dari kedua orang bau tanah Tam Bun An yg menyatakan akan segera mengirim kesembilan guci emas permintaannya.
Orangtua Tam Bun An segera menyiapkan undangan anaknya. Karena perjalanan sangat jauh, merasa kuatir dengan ulah para perompak di tengah laut, orangtuanya memasukkan sayuran amis di bab atas guci emas tersebut untuk mengelabui para perompak.
Beberapa bulan kemudian, tibalah kapal pengangkut sembilan guci emas dari orangtua Tam Bun An di dermaga Kerajaan. Tam Bun An mengajak Raja dan Siti Fatimah untuk menaiki kapal. Tam Bun An segera membuka guci emas. Betapa terkejutnya ia mendapati isinya hanyalah sayuran busuk. Ia kemudian membuka guci lainnya dan ternyata isinya sama, sayuran busuk. Karena merasa marah, Tam Bun An lantas membuang guci-guci tersebut ke dalam Sungai Musi. Satu persatu guci ia lemparkan ke sungai. Ketika hendak melemparkan guci yg kesembilan, guci tersebut jatuh di lantai dan pecah berhamburan mengeluarkan batangan emas murni. Mengetahui hal tersebut, Tam Bun An menyesal sudah membuang kedelapan guci emas.
Siti Fatimah berbisnis menenangkan kekasihnya. Begitu pula dengan Raja Sriwijaya berbisnis menenangkan Tam Bun An. Raja menyampaikan bahwa Tam Bun An boleh menikahi putrinya alasannya syarat-syarat sudah dipenuhi.
“Tuan Raja. Saya sangat menyesal sudah membuang guci-guci emas. Biarlah hamba terjun ke sungai untuk mengambil emas-emas itu kembali.” Tam Bun An segera melompat ke dalam sungai walaupun sudah dicegah oleh semua orang.
Legenda Pulau Kemaro Sungai Musi
Orang-orang di dermaga menunggu dengan cemas, alasannya setelah sekian cukup lama, Tam Bun An belum juga muncul ke permukaan. Siti Fatimah terlihat sangat panik. Ia terlihat hendak melompat ke sungai menyusul kekasihnya. Orang-orang berbisnis mencegah Siti Fatimah biar tidak melompat, namun terlambat. Siti Fatimah menceburkan diri ke sungai untuk mencari kekasihnya. Raja Sriwijaya segera berteriak menyuruh orang-orang untuk melompat ke sungai, mencari Siti Fatimah dan Tam Bun An. Sesudah berjam-jam cukup lamanya, orang-orang tidak juga berhasil menemukan keduanya. Mengetahui hal tersebut Raja Sriwijaya menjadi sangat sedih.
Bertahun-tahun setelah insiden tersebut, di daerah Tam Bun An dan Siti Fatimah menceburkan diri, munculah sebuah endapan atau delta yg terus meluas menjadi sebuah pulau. Orang-orang memberinya nama Pulau Kemaro. Lalu penduduk sekitar membangun sebuah masjid dan kelenteng untuk menghormati sepasang Putri Fatimah & Tam Bun An.
Referensi:
Referensi:
- Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
- Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
Jika anda menyukai dongeng rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com.