Cerita Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan merupakan Jaka Tarub menjelma seorang cowok pemalas. Ia sering bengong sendirian sebab merasa semangat hidupnya hilang.
Jaka Tarub Melihat Tujuh Bidadari
Pada suatu siang, ibarat biasa Jaka Tarub tidur di rumahnya. Di dalam tidurnya ia bermimpi memakan daging rusa amat empuk dan lezat. Ketika berdiri tidur, ia merasa lapar dan ingin memakan daging rusa. Ia segera bergegas pergi ke dalam hutan untuk berburu rusa. Dengan tombaknya ia berjalan perlahan di dalam hutan mengintai barangkali ada rusa. Namun setelah sekian cukup usang berkeliaran di dalam hutan, ia tidak juga menemukan seekor binatang buruan pun. Padahal ia sudah memasuki daerah hutan yg belum pernah ia datangi. Karena merasa lelah, Jaka Tarub kemudian duduk beristirahat di sebuah watu besar. Tidak sadar ia kembali tertidur sebab kelelahan. Pada ketika tertidur, sayup-sayup ia mendengar suara-suara wanita tengah bercanda. Ia pun terbangun untuk mencari sumber bunyi tersebut.
“Aku mendengar suara-suara perempuan. Aku harus mencari tahu siapa mereka?” gumam Jaka.
Sesudah mencari-cari arah suara, akhirnya Jaka sadar bahwa bunyi tersebut berasal dari sebuah telaga. Ia pun mengendap-ngendap di sebuah watu besar di pinggir telaga. Dari balik batu, Jaka melihat ada tujuh wanita sangat manis tengah mandi. Ia terperanjat merasa heran, bagaimana mungkin ada tujuh wanita manis jelita bis,a mandi di tengah pedacukup laman hutan.
“Sungguh aneh, siapa mereka? Kenapa mereka bis,a berada di tengah hutan lebat.” ujar Jaka dalam hati.
Jaka Mencuri Selendang Bidadari
Ketujuh wanita tersebut sangat luar biasa cantik. Ia tidak pernah melihat wanita secantik mereka, oleh sebab itu ia sangat berhasrat untuk menikahi salah satu dari mereka. Saat ia melihat tujuh selendang tergeletak di pinggir telaga. Jaka Tarub mengambil sehelai selandang kemudian menyembunyikannya.
“Aku ingin menikahi salah satu dari mereka. Sebaiknya salah satu selendang milik mereka aku sembunyikan.” gumam Jaka.
Menjelang sore ketujuh wanita manis mengakhiri mandi mereka. Mereka segera berpakaian, mengenakan selendang mereka kemudian terbang ke kahygan. Jaka Tarub akhirnya mengetahui bahwa mereka ialah bidadari kahygan.
“Ah pantaslah mereka sangat manis jelita, rupanya mereka bidadari kahygan.” ujar Jaka.
Salah seorang dari wanita yg berjulukan Nawang Wulan, terlihat kebingungan mencari selendangnya sementara keenam wanita lainnya sudah terbang ke kahygan.
“Aduh, mana selendangku? Tadi aku simpan di pinggir telaga. Bagaimana ini? Kalau selendangku tidak ketemu, Aku tidak bis,a pulang ke kahygan.” ujar Nawang Wulan terlihat panik.
Nawang Wulan ternyata saudari termuda dari ketujuh bidadari tersebut. Sepeninggal keenam kakaknya, Nawang Wulan menangis tersedu-sedu. Ia merasa tsayat sebab tidak bisa tinggal di dunia manusia. Melihat hal tersebut, Jaka Tarub segera mendekat untuk mengajak berkenalan dan menunjukkan bantuan.
“Hai, ada apakah gerangan Adinda menangis sendirian di pinggir telaga? Nama aku Jaka Tarub. Saya tinggal di desa di dekat sini. Apa yg bis,a aku bantu?” Jaka berpura-pura menunjukkan bantuan.
“Oh, aku kehilangan selendang jadi tidak bis,a kembali ke kahygan.” kata Nawang Wulan.
“Oh, begitu kiranya. Kalau begitu Adinda boleh tinggal di rumahku, daripada tinggal sendiri di dalam hutan. Tidak usah tsayat, aku akan menjagamu.” kata Jaka.
“Baiklah jikalau begitu. Aku akan tinggal di rumahmu saja.” Nawang Wulan terpaksa menerimanya sebab tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Jaka Menikahi Dewi Nawang Wulan
Dewi Nawang Wulan akhirnya tinggal di rumah Jaka Tarub. Tidak cukup usang kemudian mereka menikah dan hidup berbahagia. Terlebih lagi ketika Nawang Wulan mengandung kemudian melahirkan seorang bayi perempuan. Mereka memberinya nama Nawangsih.
Kendati hidup berbahagia bedan anak dan istrinya, Jaka Tarub sudah cukup usang merasa heran sebab lumbung padi miliknya tidak pernah berkurang malah justru bertambah. Setiap hari istrinya memasak dengan mengambil beras dari lumbung padinya tapi tidak sedikit pun lumbung padinya berkurang.
“Entah kenapa padi milikku tidak pernah berkurang malah bertambah banyak. Padahal tiap hari istriku memasak.” gumam Jaka keheranan.
Hingga suatu hari, sang istri tengah menanak nasi tapi mempunyai keperluan di sungai. Nawang Wulan kemudian berpesan pada suaminya untuk menjaga apinya dan jangan membuka tutup kukusan nasi. “Kakanda, aku sedang menanak nasi tapi ada keperluan sebentar di sungai. Kakanda tolong jagakan api jangan hingga mati atau terlalu besar. Tolong juga Kakanda jangan membuka tutup kukusannya.” kata Nawang Wulan.
“Baiklah. Kakanda akan menjaganya.” kata Jaka. Sesudah istrinya pergi ke sungai, Jaka merasa ingin tau dengan pesan isrinya untuk tidak membuka tutup kukusan nasi. Karena tidak mampu menahan rasa ingin tahu, ia kemudian membuka kukusan nasi. Ia merasa kaget ketika mendapati di dalam kukusan hanya ada sebutir beras. “Aneh istriku hanya memasak sebutir beras. Pantas lumbung padiku tidak pernah berkurang.” Jaka berkata dalam hati.
Kesaktian Nawang Wulan Hilang
Ketika Nawang Wulan pulang dari sungai, ia mendapati ternyata di dalam kukusan hanya terdapat sebutir beras.
“Di dalam kukusan hanya ada sebutir beras, berarti suamiku melanggar larangan dengan sudah membuka kukusan ini.” kata Nawang Wulan.
Nawang Wulan ternyata mempunyai kesaktian yg tidak dimiliki insan biasa. Ia bis,a menanak sebutir padi menjadi sebsayal nasi. Nawang Wulan akhirnya mengerti bahwa suaminya sudah membuka kukusan tersebut. Walhasil, kesaktian Nawang Wulan yg dirahasiakannya, menjadi musnah. Sebagai akibatnya, sekarang ia harus berkerja sebagaimana insan biasa ibarat menumbuk padi, menampi hingga menanak beras menjadi nasi. Lambat laun lumbung padi milik Jaka Tarub pun habis.
Dewi Nawang Wulan Pulang Ke Kahygan
Suatu ketika Nawang Wulan hendak mengambil beras di lumbung padi. Namun sayg beras yg tersedia tinggal sedikit. Ketika mengambil sisa-sisa beras, tiba-tiba menyembul selendang miliknya yg sudah cukup usang hilang. Nawang Wulan akhirnya sadar dan murka mengetahui kenyataaan bahwa ternyata suaminyalah yg menyembunyikan selendang miliknya. Ia segera mengenakan selendang tersebut kemudian bergegas menemui suaminya.
“Suamiku. Gara-gara Kakanda membuka tutup kukusan, kesaktianku menjadi hilang dan mem.buat lumbung padi kita habis. Dan juga ternyata, secukup usang ini engkau menyembunyikan selendangku. Semuanya ialah rencanamu. Sampai disini berakhir sudah korelasi kita. Aku akan kembali ke kahygan.” kata Nawang Wulan.
“Aku minta maaf istriku. Aku mengsayai semua kesalahanku. Tapi tolong jangan pergi tinggalkan aku dan anakmu, Nawangsih.” Jaka Tarub memohon pada istrinya.
“Maaf Kakanda, aku harus pulang ke kahygan. Tolong jaga baik-baik putri kesaygan kita, Nawangsih. Tolong Kakanda buatkan dangau di dekat rumah. Letakkan Nawangsih tiap malam di dangau. Aku akan tiba tiap malam untuk menyusui putri kesaygan kita. Dan tolong jangan mengintip ketika aku tengah menysusui Nawangsih. Secukup lamat Tinggal.” Nawang Wulan kemudian terbang ke kahygan.
Jaka Tarub merasa murung dan sangat menyesal dengan perbuatannya. Ia segera mem.buat dangau di dekat rumah. Dan sesuai undangan istrinya, ia meletakkan putrinya, Nawangsih, tiap malam di dangau untuk disusui oleh Nawang Wulan.
Sejak ketika itu, Bondan Kejawan tinggal bersama Ki Ageng Tarub dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng. Sesudah Lembu Peteng dan Nawangsih tumbuh dewasa, Ki Ageng Tarub pun menikahkan keduanya. Waktu berlalu Ki Ageng Tarub meninggal dunia. Lembu Peteng menggantikan posisinya sebagai Ki Ageng Tarub yg baru. Lembu Peteng dan Nawangsih mempunyai seorang putra berjulukan Ki Ageng Getas Pandawa. Sesudah dewasa, Ki Ageng Getas Pandawa mempunyai seorang putra yg bergelar Ki Ageng Sela. Panemkomponen Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 – 1601) sang pendiri Kesultanan Mataram, merupakan cicit Ki Ageng Sela.
Referensi:
Jaka Tarub Leluhur Dinasti Mataram
Sejak ketika itu, Jaka Tarub menjadi pemuka di desanya dengan gelar Ki Ageng Tarub. Brawijaya, raja Majapahit ketika itu, erat baik dengan Ki Ageng Tarub. Suatu hari, Brawijaya menginginkan biar Ki Ageng Tarub merawat keris pusaka miliknya yg berjulukan Kyai Mahesa Nular. Oleh karenanya Brawijaya kemudian mengirim dua orang utusan yaitu Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan untuk menemui Ki Ageng Tarub. Bondan Kejawan merupakan putra kandung Brawijaya, oleh karenanya Ki Ageng Tarub meminta biar Bondan Kejawan tinggal bersamanya di desa Tarub.Sejak ketika itu, Bondan Kejawan tinggal bersama Ki Ageng Tarub dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng. Sesudah Lembu Peteng dan Nawangsih tumbuh dewasa, Ki Ageng Tarub pun menikahkan keduanya. Waktu berlalu Ki Ageng Tarub meninggal dunia. Lembu Peteng menggantikan posisinya sebagai Ki Ageng Tarub yg baru. Lembu Peteng dan Nawangsih mempunyai seorang putra berjulukan Ki Ageng Getas Pandawa. Sesudah dewasa, Ki Ageng Getas Pandawa mempunyai seorang putra yg bergelar Ki Ageng Sela. Panemkomponen Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 – 1601) sang pendiri Kesultanan Mataram, merupakan cicit Ki Ageng Sela.
- Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
- Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
- Olthof, W.L. 2008. Babad Tanah Jawi. Narasi.
Jika anda menyukai dongeng rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com. Silahkan baca juga cerita rakyat Jawa Tengah lainnya:
- Legenda Rawa Pening
- Legenda Aji Saka
- Legenda Kawah Sikidang
- Ande-Ande Lumut
- Jaka Tarub
- Timun Mas
- Asal Mula Nama Kota Salatiga
- Legenda Baturaden
- Asal Mula Kanjeng Ratu Kidul
- Asal Mula Nama Lemah Gempal
- Asal Usul Gunung Merapi