Cerita Kisah Si Cabai Rawit, Aceh

 mengenai seorang anak kecil berjulukan Cabe Rawit Cerita Kisah Si Cabe Rawit,  Aceh
Berikut ini cerita rakyat dari Provinsi Aceh, mengenai seorang anak kecil berjulukan Cabe Rawit. Alkisah, dahulu kala di sebuah gubug kecil, hidup sepasang suami istri yg sudah tua. Kehidupan mereka sangat miskin. Sang suami berkerja menjadi buruh angkut di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di usia mereka yg sudah senja, mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Namun begitu, keduanya tidak pernah berhenti berdoa. Setiap hari mereka selalu berdoa kepada Tuhan supaya diberikan seorang anak.

“Tuhan, berikanlah kepada kita seorang anak yg akan melanjutkan keturunan. Walaupun anak kita hanya berukuran sebesar cabai rawit, kita akan dengan bahagia hati menerimanya.” demikian doa sang suami di suatu pagi.

Di suatu hari, sang istri sakit. Sebenarnya sang istri kala itu tengah mengandung. Hanya saja bayi di kandungan istrinya berukuran sangat kecil, sehingga mereka berdua tidak menyadarinya. Beberapa bulan kemudian, sang istri melahirkan seorang bayi berukuran sangat kecil, sebesar ukuran cabai rawit. Mereka berdua sangat bangga dengan kehadiran si buah hati. Karena berukuran sebesar cabai rawit, mereka berdua kemudian memberi nama bayi mereka dengan nama Cabe Rawit. Mereka membesarkan anak mereka dengan penuh kasih sayg.

Malangnya, setelah si Cabe Rawit beranjak dewasa, ayah si Cabe Rawit meninggal alasannya yaitu sakit. Akibatnya si Cabe Rawit harus bekerja menggantikan ayahnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia berniat bekerja menjadi kuli panggul di pasar menyerupai pekerjaan ayahnya. Meskipun bertubuh kecil, namun cabai rawit mempunyai tenaga sangat besar lengan berkuasa dan mempunyai bunyi lantang.

Ketika si Cabe Rawit pergi ke pasar, di tengah jalan ia bertemu dengan seorang pedagang pisang. Si pedagang pisang memanggul pisang bawaannya yg banyak. Si Cabe Rawit merasa tsayat tertimpa oleh buah pisang sehingga ia berteriak, “Hai bapak penjual pisang! Hati-hati jangan hingga pisang milik bapak menimpa tubuhku yg kecil!”

Si pedagang pisang sontak merasa kaget dengan bunyi keras tersebut. Ia menengok ke kanan dan ke kiri mencari asal bunyi tersebut. Karena tidak menemukan asal suara, si bapak penjual pisang merasa ketsayatan. Ia pikir bunyi tersebut yaitu bunyi hantu. Ia lantas lari tunggang langgang meninggalkan pisang dagangannya di jalan.

Karena pisang tersebut dibiarkan tergeletak begitu saja, Si Cabe Rawit kesudahannya membawa pisang-pisang tersebut ke rumahnya. Hal ini sering terjadi pada para pedagang lainnya di pasar menyerupai pedagang beras, pedagang jagung, pedagang sayuran dan pedagang lain. Alhasil, tiap hari banyak barang-barang yg dibawa oleh si Cabe Rawit ke rumahnya. Akhirnya kehidupan si Cabe Rawit bedan ibunya menjadi berkecukupan.

Referensi:
  1. Damayanti, Astri, 2014, Dongeng Klasik 5 Benua, Jakarta: Penerbit Bestari Buana Murni.
Jika anda menyukai dongeng rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com.

Subscribe to receive free email updates: