Cerita Si Kabayan, Jawa Barat

 zaman dahulu hidup seorang lelaki di tanah Pasundan atau kini Jawa Barat Cerita  Si Kabayan, Jawa Barat
Alkisah, zaman dahulu hidup seorang lelaki di tanah Pasundan atau kini Jawa Barat, berjulukan Kabayan. Si Kabayan populer sangat pemalas, bodoh, tapi anehnya banyak akal. Akal bulusnya sering ia gunakan untuk mendukung sifat malasnya. Si Kabayan sudah mempunyai istri berjulukan Nyi Iteung. Mertua Kabayan sudah sangat kesal dengan sifat menantunya. Ia sering memarahi menantunya tapi Si Kabayan selalu saja punya nalar bulus dalam menghadapi mertuanya. Berikut beberapa cerita rakyat Si Kabayan dari tempat Jawa Barat.

Kabayan Mencari Tutut

Pada suatu hari Si Kabayan disuruh oleh mertuanya untuk mengambil tutut disawah. Tutut yaitu sejenis siput-siput kecil di sawah. Biasa tutut-tutut sawah dimasak memakai bumbu-bumbu dengan tips direbus. Si Kabayan menuruti perintah mertuanya untuk mencari tutut disawah. Ia pergi ke sawah tapi malas-malasan. Setibanya di sawah, Si Kabayan bukannya mencari tutut tapi malah duduk-duduk santai di pematang sawah.

Mertua Kabayan cukup usang menunggu di rumah tapi Si Kabayan tak juga kunjung datang. Akhirnya mertua Kabayan menyusul ke sawah. Sesampainya di sawah, mertua Kabayan murka bukan main. Ia mendapati menantunya tengah duduk-duduk santai di pematang sawah. “Hai Kabayan! Aku suruh mencari tutut tapi engkau malah yummy duduk-duduk. Dasar pemalas!” teriak mertuanya.

“Aduh Abah, aku tsayat mau turun ke sawah, soalnya sangat dalam. Coba lihat Abah! Saking dalamnya, langit hingga terlihat di air sawah.” kata Kabayan beralasan.

Karena kesal melihat kemalasan menantunya, Mertua Si Kabayan kemudian mendorong badan menantunya hingga terjatuh ke sawah. Si Kabayan terjatuh ke sawah sambil tersenyum-senyum. “Aduh Abah, tenyata sawahnya dangkal ya.” Ia kemudian mengambil siput-siput kecil di sawah.

Si Kabayan Sakit

Suatu ketika Si Kabayan sakit. Ia menderita sakit pilek dan batuk. Secukup usang seharian Si Kabayan hanya meringkuk di dalam kamarnya. Pada malam sebelumnya Si Kabayan memang kehujanan sepulang dari rumah Pak RT. Nyi Iteung merasa kuatir melihat kondisi Kabayan. Nyi Iteung kemudian mengajak Kabayan pergi ke Puskesmas.

Singkat cerita, Kabayan diantar Nyi Iteung pergi ke Puskesmas bersahabat rumahnya. Pak Mantri dengan ramah kemudian menilik Kabayan. Ia menyampaikan bahwa Kabayan hanya sakit pilek dan batuk biasa. “Kang Kabayan hanya sakit pilek biasa. Ini aku beri 2 macam obat. Asalkan makan cukup, minum obat sesuai resep dan beristirahat, Kang Kabayan akan segera sembuh.” kata Pak Mantri. Pulang dari Puskesmas, Kabayan merasa yakin bahwa sakitnya akan segera sembuh. Pak Mantri, memberinya 2 macam obat yg harus diminum, yaitu obat pilek dan obat batuk.

Sesampainya di rumah, Nyi Iteung menyiapkan masakan dan obat untuk diminum Kabayan. Kabayan pun segera makan dan meminum obatnya kemudian tidur istirahat.

Sore harinya ketika Kabayan bangkit tidur. Ia sadar sudah waktunya harus minum obat. Tapi Nyi Iteung tidak nampak. “Nyi Iteung kemana nih? Sudah waktunya minum obat. Mungkin Nyi Iteung lagi ke rumah Abah.” pikir Kabayan. Sesudah makan masakan di meja makan, Kabayan meminum obat yg didapatnya dari Puskesmas.

Tidak cukup usang kemudian Nyi Iteung datang. Ia merasa heran melihat Kabayan tengah meloncat-loncat di dalam rumah. “Akang Kabayan kan masih sakit, kenapa meloncat-loncat? Kang Kabayan, udah sembuh? Lagi olah raga ya?” tanya Nyi Iteung.

“Bukan olah raga Nyi.” kata Kabayan sambil terengah-engah. “Tadi Akang habis minum obat tapi lupa baca goresan pena di botol obat batuk. Disitu ditulis, kocok dahulu sebelum diminum. Makanya Akang kini loncat-loncat biar obatnya di kocok.” kata Kabayan lagi. Rupanya Kabayan meloncat-loncat supaya obatnya bis,a dikocok di dalam perut.

“Aduh Kang Kabayan...Ga usah loncat-loncat gitu...” Nyi Iteung berteriak.

Si Kabayan Cinta Musik

Suatu hari Nyi Iteung lagi tiba manjanya. Entah kenapa Ia sangat ingin makan buah Nangka. Nyi Iteung kemudian mendatangi sang suami tercinta, Si Kabayan. “Kang Kabayan, Iteung teh lagi ingin makan buah Nangka, tolong atuh Kang di ambilin Iteung buah Nangka di pohon. Kan udah ada yg mateng tuh.” kata Nyi Iteung sambil menunjuk pohon nangka.

”Iya Nyi, Akang ambilin nangka. Jangankan cuman naik pohon nangka, naik kapal aja akang mau demi Nyai mah.” kata Kabayan. Ia kemudian pergi ke dapur mengambil golok. Dengan golok dipinggang, Si Kabayan dengan sigap naik pohon nangka yg tidak mengecewakan tinggi dan banyak cabangnya.

Begitu hingga diatas pohon nangka, Kabayan segera menebas sebutir buah Nangka masak memakai goloknya. Bag...big...bug... begitu bunyi buah Nangka jatuh terkena dahan-dahan pohon sebelum hingga di tanah. Si Kabayan menyukai bunyi nangka jatuh. Ia menganggapnya menyerupai bunyi musik merdu. 

“Wah yummy euy bunyi nangka jatuh, merdu sekali menyerupai musik. Bagaimana kalo golok aku lempar ke bawah? Suaranya niscaya lebih merdu.” gumam Si Kabayan.

Kemudian Kabayan menjatuhkan goloknya. Tang..ting..tung..tang..ting..tung..teng.. begitu bunyi golok menimpa dahan dan risikonya jatuh di tanah. “Waduh manis suaranya ya.” kata Si Kabayan.

“Coba aku jatuhkan yg ini niscaya suaranya lebih merdu lagi.” kata Si Kabayan. Tiba-tiba terdengar bunyi berisik “Gubrak! waduh! brug! aawww! hek! aduh! buk! Iteeeeeung!!! Tolongin akang Iteung.” teriak Kabayan kesakitan. 

Ternyata Si Kabayan menjatuhkan tubuhnya sendiri.

Memetik Buah Nangka Matang

Hari lainnya, Si Kabayan disuruh mertuanya memetik buah nangka matang. Pohon nangka tersebut terletak di pinggir sungai, dimana tangkainya menjorok di atas sungai. Si Kabayan memanjat pohon nangka dengan malasnya. Ia tsayat mertuanya murka besar kalau ia tak menuruti perintahnya. Diatas pohon ia melihat ada buah nangka sudah matang. Dipetiknya buah nangka matang tersebut. Tapi sayg, alasannya yaitu cukup sulit, buah nangka tersebut jatuh ke dalam sungai. Si Kabayan membiarkan buah nangka matang hanyut di sungai. Ia kemudian pulang ke rumah mertuanya.

Di rumah, mertuanya nampak kesal ketika melihat menantunya pulang tanpa membawa buah nangka matang yg ia minta. “Mana buah nangka matang yg aku minta petik?” Tanya mertuanya.

“Loh, bukannya buah nangka yg aku petik tadi sudah hingga duluan? Waktu kupetik, buah nangka itu jatuh ke sungai. Nampaknya ia ingin berjalan sendirian. Makanya aku biarkan ia berjalan sendirian. Sudah aku perintahkan supaya ia cepat pulang ke rumah, tapi ternyata belum hingga juga nangka itu ya? Dasar nangka tak tahu diri, beliau tidak mau menuruti perintahku.” Dengan santainya Si Kabayan menjawab.

“Apa-apaan kau Kabayan? Mana bis,a buah nangka berjalan sendirian ke rumah. Dasar pemalas banyak alasan.” mertuanya berteriak kesal.

Si Kabayan hanya hanya tertawa-tawa dimarahi oleh mertuanya.

Memetik Kacang Koro

Pada hari lain, mertuanya mengajak Si Kabayan memetik kacang koro di kebun. Untuk keperluan tersebut, mereka membawa sebuah karung untuk mengangkut kacang koro. Baru saja memetik beberapa kacang koro, Si Kabayan mulai kambuh penyakit malasnya. Ia terlihat mengantuk, kemudian masuk ke dalam karung untuk tidur di dalamnya.

Menjelang siang, mertua Kabayan sudah selesai memetik kacang koro. Ia keheranan alasannya yaitu tidak mendapati Kabayan. “Si Pemalas itu niscaya sudah pulang duluan alasannya yaitu malas mengangkat karung berisi kacang koro. Dasar menantu pemalas!” Mertua Si Kabayan kemudian memanggul karung yg ia kira berisi kacang koro hingga ke rumah. Ia merasa heran kenapa karung kacang koro terasa berat sekali.

Sesampainya di rumah, mertua Kabayan kemudian membuka karung kacang koro. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati di dalam karung ternyata berisi Si Kabayan tengah tidur lelap. “Saya bawa karung untuk kacang koro! Bukan untuk manusia, Kabayan!” Mertua Kabayan murka bukan main. Si Kabayan terbangun dari tidurnya sambil tersenyum-senyum.

Keesokan harinya mertua Kabayan kembali mengajaknya memetik kacang-kacang koro di kebun. Ia masih sangat kesal dengan insiden hari sebelumnya. Abah berniat membalas dendam. Saat Kabayan tengah memetik kacang-kacang koro, rahasia mertuanya masuk ke dalam karung untuk tidur. Ia berharap Kabayan akan memanggul karung tersebut ke rumah menyerupai yg ia lsayakan hari kemarin.

Pada adzan Dhuhur, Si Kabayan menghentikan pekerjaannya. Ia kemudian melihat ke dalam karung dan terkejut melihat mertuanya tengah tidur di dalam karung. Kabayan kemudian mengikat karung kacang koro kemudian menyeretnya.

Karena diseret-seret, mertuanya terbangun dari tidurnya kemudian berteriak-teriak. “Kabayan ini Abah! Jangan engkau seret-seret Abah!” Namun Si Kabayan tak memperdulikannya. Ia tetap menyeret karung tersebut hingga di rumah. “Saya bawa karung untuk kacang koro! Bukan untuk insan Abah!” kata Kabayan.

Sejak insiden tersebut mertuanya merasa sangat marah. Ia sangat membenci Kabayan. Ia tidak mau berbitips dengannya. Setiap ia berpapasan dengan menantunya, ia akan menyampaikan kebenciannya dengan memalingkan mukanya.

Lama-kecukup lamaan Kabayan merasa tidak yummy dengan perilaku mertuanya. Ia mencari tips untuk mengambil hati mertuanya. Kabayan kemudian menanyakan nama orisinil mertuanya kepada Nyi Iteung, istrinya. Nyi Iteung mengingatkan suaminya bahwa berdasar susila dikala itu, mengetahui nama orisinil mertua yaitu sebuah pantangan. Namun Kabayan berbisnis meyakinkan Nyi Iteung bahwa ia ingin mendoakan mertuanya supaya panjang umur, murah rezeki, dan jauh dari marabahaya. Nyi Iteung risikonya memberi tahu nama orisinil mertuanya yaitu, Ki Nolednad. Nyi Iteung meminta suaminya untuk tidak menyebutkan nama mertuanya kepada siapapun. Kabayan menyggupinya.

Si Kabayan Berpura-Pura Menjadi Kakek Penunggu Lubuk

Sesudah mengetahui nama mertuanya, Si Kabayan kemudian mencari air enau yg masih kental. Ia kemudian melumuri seluruh tubuhnya dengan air enau. Selanjutnya Kabayan menempelkan kapuk ke seluruh tubuhnya. Hingga tubuhnya terlihat berwarna putih alasannya yaitu dipenuhi oleh kapuk. Ia kemudian menuju lubuk tempat mertuanya biasa mandi. Ia memanjat pohon dan menunggu mertuanya yg akan mandi.

Saat mertua Kabayan hendak mandi, Si Kabayan kemudian memanggil nama mertuanya. “Nolednad! Nolednad!” teriak Kabayan. Suaranya dibentuk agak berat.

“Siapa yg memanggil namsaya?” Mertuanya sedikit ketsayatan ketika melihat ke atas pohon ada sesosok mahluk bertubuh putih menyeramkan.

“Nolednad, aku Kakek penunggu lubuk. Dengar Nolednad, engkau harus menyaygi menantumu Si Kabayan . Karena ia yaitu cucu kesayganku. Jangan menyia-nyiakannya. Urus beliau baik-baik. Jika engkau tidak mengurusnya baik-baik, percayalah, hidupmu akan penuh marabahaya.” kata Kabayan.

“Baik baik Kakek penunggu lubuk. Mulai kini Aku akan mengurus dan menyaygi Kabayan sepenuh hati. Aku akad Kakek.” kata mertua Kabayan ketsayatan.

Sejak dikala itu, Si Kabayan sangat disaygi oleh mertuanya. Ia dibuatkan sebuah rumah kecil untuk ditinggali bersama istrinya. Begitu juga sandang pangan pun dicukupi. Mertuanya juga sudah tidak pernah lagi memarahinya alasannya yaitu tsayat dengan pesan Kakek penunggu lubuk.

Akhir cerita, sehabis disaygi sepenuh hati oleh mertuanya, Si Kabayan risikonya sadar dengan perilaku malas dan tipu dayanya. Ia kini tidak lagi malas-malasan. Ia kini mulai rajin bekerja sebagai buruh di ladang. Ia menyaygi Nyi Iteung juga menyaygi mertuanya.

Referensi:
  1. Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
  2. Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
  3. Mihardja, Achdiat K. 1997. Si Kabayan, Manusia Lucu, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jika anda menyukai dongeng rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com. Silahkan baca juga cerita rakyat Jawa Barat lainnya:

      Subscribe to receive free email updates: