Berikut cerita rakyat Jawa Barat mengisahkan perihal Si Kabayan dan lintah darat. Si Kabayan berjalan mondar-mandir di rumahnya alasannya yakni gelisah hari itu rentenir akan tiba menagih hutang. Ia tidak punya uang untuk membayar cicilan hutangnya hari itu. Dan jikalau ia tidak membayar cicilan hari itu, tentu saja si rentenir kurang didik itu akan menaikkan bunga pertolongan seenak perutnya. Pinjaman pokoknya belum terbayar, tiap nyicil cuma habis buat bayar bunganya. Si Kabayan menyesal sudah meminjam uang kepada rentenir, namun ketika itu ia terpaksa meminjam alasannya yakni sangat membutuhkan uang.
“Kurang didik betul si rentenir. Dia tidak perduli dengan fatwa islam yg mengharamkan riba. Siksa neraka saja dia tidak tsayat apalagi sama kita. Dia tidak tsayat api neraka, malah mem.buat neraka buat orang lain.” gumam Kabayan.
Si Kabayan kemudian teringat percakapannya dengan Abah mertuanya, “Dengar Kabayan, seberani-beraninya manusia, percayalah dia selalu dibaygi oleh rasa tsayat. Berani dan tsayat itu merupakan dua sifat yg melekat dalam jiwa tiap manusia. Juga dalam jiwa si lintah darat kau itu. Walaupun dia berani menentang larangan agama, dia niscaya punya rasa tsayat akan sesuatu, yg entah apa, harus kau cari dan ketahui, Kabayan.”
Muncul pandangan gres cemerlang Si Kabayan setelah teringat nasehat mertuanya itu. Ia pun memberitahukan rencananya kepada istrinya Nyi Iteung. Mendengar planning suaminya, Nyi Iteung tertawa cekikikan. Mereka kemudian mulai menjalankan rencananya. Nyi Iteung memandikan si Kabayan dengan seember air tuak. Kemudian si Kabayan berguling-guling di atas hamparan kapuk sehingga seluruh badannya menjadi putih alasannya yakni kapuk-kapuk yg menempel. Wajahnya mengenakan topeng Si Cepot berwarna merah. Kabayan kemudian masuk ke dalam sebuah kurungan ayam yg diatasnya ditutupi sehelai kain.
Tidak cukup usang kemudian Si rentenir tiba ke rumah Kabayan untuk menagih hutang. Sesudah mengetuk pintu, Nyi Iteung membukakan pintu dan mempersilahkan si rentenir masuk rumah.
"Kang Kabayan tidak ada di rumah, Tuan, jadi belum bis,a bayar hutang hari ini. Lain kali saja Tuan." kata Si Iteung.
"Lho! Tidak bis,a begitu! Ke mana dia? Dia kan tahu, aku akan tiba untuk menagih hutang. Ke mana dia pergi?! Enak betul si Kabayan, berani pinjam uang eh...giliran ditagih malah menghindar terus." kata si rentenir.
"Kang Kabayan sedang menghadap kepala polisi, Tuan? Mau melaporkan bahwa dia gres menangkap seekor burung yg aneh. Burung itu akan diserahkan ke Pak Polisi. Itu burung anehnya ada di dalam kurungan ayam.“
"Aneh bagaimana? Saya mau lihat mana?" Lintah darat itu ingin melihatnya. Tapi Si Iteung segera melarangnya.
"Jangan Tuan! Jangan! Tuan angkuh polisi sudah memerintahkan kita bahwa burung aneh itu dihentikan diperlihatkan kepada orang lain sebelum dia melihatnya." kata Nyi Iteung.
Tapi si rentenir yg merasa ingin tau tidak perduli. Lalu kurungan ayam itu diangkatnya. Tapi begitu diangkat kurungannya, Si Kabayan yg badannya penuh kapuk itu lari sambil mengepak-ngepakkan kedua belah tangannya menyerupai burung mengepak-ngepakkan sayapnya. Si Kabayan berteriak-teriak, “Wek wek wek wek! Barakataktak -botak!” Lalu menghilang. Si Kabayan bergotong-royong lari ke belakang rumah dan bersembunyi di balik pepohonan sambil mengamati si rentenir dari jauh.
"Aduh, Tuan! Burungnya jadi kabur hilang." kata Si Iteung sambil akal-akalan menangis. "Aduh! Apa nanti kata Pak kepala polisi?! Tuan harus menangkap kembali burung aneh tadi. Kalu tidak, bis,a-bis,a Tuan nanti dipenjara oleh Pak Polisi alasannya yakni sudah menghilangkan burung aneh itu.” Dan Si Iteung akal-akalan nangis lagi, melolong-lolong.
Mendengar tangisan Si Iteung itu, si rentenir merasa ketsayatan, wajahnya berubah pucat pasi. Ia sangat tsayat kalau harus ditangkap polisi dan hidup di balik jeruji besi. Dengan gemetaran si rentenir berkata, “Jangan Nyi Iteung, jangan laporkan aku ke Pak Polisi. Bilang saja burung ajaibnya kabur sendiri. Sebagai gantinya hutang kang Kabayan aku anggap lunas.” Sesudah mengucapkan kata-kata itu, si rentenir kemudian lari terbirit-birit.
Melihat itu, Si Kabayan segera keluar dari kawasan persembunyiannya. Bersama Nyi Iteung, mereka tertawa terbahak-bahak melihat si rentenir ketsayatan. Mereka juga bahagia alasannya yakni hutang si Kabayan sudah dianggap lunas.
Referensi:
- Mihardja, Achdiat K. 1997. Si Kabayan, Manusia Lucu, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jika anda menyukai dongeng rakyat ini, silahkan bagikan melalui e-mail, media umum atau melalui situs web lainnya. Jangan lupa untuk menyertakan link balik ke caritasato.blogspot.com. Silahkan baca juga cerita rakyat Jawa Barat lainnya:
- Legenda Telaga Warna
- Sangkuriang
- Si Kabayan
- Lutung Kasarung
- Asal mula Cianjur
- Situ Bagendit
- Asal Usul Girilawungan
- Ciung Wanara
- Kabayan Menyamar Kaprikornus Haji
- Kabayan dan lintah darat
- Legenda Gunung Tampomas
- Kisah Prabu Panggung Keraton
- Asal Usul Nyi Roro Kidul (Putri Kandita)
- Asal Mula Munculnya pohon Padi
- Nyai Anteh Penunggu Bulan
- Asal Mula Pulau Mas (Pulomas)
- Kisah Nyi Mas Belimbing